Monday, April 14, 2008

Prof. El-Mehdi El-Menjra: Intelektual Kritis

Saya selalu senang dan kagum terhadap intelektual yang jujur dan berani. Apalagi kemudian, pikiran-pikiran sang intelektual sangat berpengaruh terhadap kehidupan umat manusia di sekelilingnya. Mungkin, jenis intelektual macam inilah yang disebut Antonio Gramsci sebagai intelektual organik, atau disebut Hasyim Saleh sebagai intelektual kritis.

Prof. Dr. el-Mehdi el-Menjra, saya kira, adalah salah satu intelektual jenis itu. Membaca karya-karya el-Menjra adalah membaca kegundahan bangsa-bangsa dari negara-negara yang dijajah dan baru merdeka secara fisik pada kisaran tengah abad ke-20. Bangsa-bangsa itu, kini, memasuki era poskolonialisme dengan penetrasi mantan penjajahnya yang masih besar ke jantung politik, ekonomi, kebudayaan, alam fikir dan gaya hidupnya.

Membaca karya-karya el-Menjra ibarat berendam di air dingin di tengah terik matahari: menyegarkan dan memberi kebeningan rasa. Lingkungan sekitar kita kini sangat-sangat tidak ramah; penuh polusi dan lebih sering terik karena cuaca yang berubah dipenuhi zat buangan dari mesin-mesin penggerek kapitalisme.

Abdul Karim Garib mengkhususkan satu buku untuk memotret simpul-simpul sikap dan pemikiran Prof. el-Menjra. Judulnya: Ma'a al-Mehdi al-Menjra (bersama el-Mehdi al-Menjra). Terbit pertama di Casablanca, 1428-2007.

Beberapa simpul pemikiran el-Menjra yang sempat saya tangkap dalam buku ini antara lain: 1. perang nilai adalah inti dari pertarungan umat manusia dari sejak perang terhadap Iraq 1991 dibawah inisiatif Presiden Bush Senior dan seterusnya.

2. Manusia kini telah berada di era masyarakat informasi sebagai kelanjutan dari masyarakat kapitalis akibat revolusi di bidang informasi dan telekomunikasi.

3. Pertaruhan hidup mati sebuah bangsa kini dan ke depan terletak pada kemampuannya untuk membuat manusia-manusia unggul secara keilmuan. Kekayaan alam dan material tidak akan berarti apa-apa jika manusia-manusianya tidak berkualitas. Produk-produk yang dibuat sekarang hanya menggunakan sedikit sekali bahan material dengan nilai keunggulan yang luar biasa.

4. Kemajuan sebuah bangsa harus didasarkan dari titik pijak identitas internalnya, orang Arab misalnya bisa maju jika seluruh produk pengetahuan dan basis kemajuannya berangkat dengan bahasa Arab, sebagaimana bangsa Jepang pernah membuktikannya.

5. Negara-negara penjajah akan terus melancarkan penundukannya terhadap bangsa-bangsa yang pernah dijajahnya (poskolonialisme) baik dengan hard power (kekuatan senjata) maupun soft power (kekuatan lobi dst). Dalam hal ini, mereka misalnya melancarkan perang semiotik dengan memproduksi kata-kata yang tanpa sadar digunakan juga oleh bangsa-bangsa dunia ketiga dengan makna yang telah dirubah menjadi berpihak terhadap kepentingan negara-negara kolonial tersebut, semisal kata: terorisme, islamis, timur tengah, perdamaian, dialog, pasar bebas, demokrasi dan seterusnya.

Masih banyak detil pikiran Prof. El-Menjra yang begitu asyik untuk diikuti karena bahasa yang berani, mengalir, penuh kejutan dan mencerahkan. Bagi siapapun yang membutuhkan bahan pembanding untuk memahami realitas kekinian kita, karya-karya Prof. el-Menjra, saya kira, menjadi bacaan wajib. Setidak-tidaknya, buku yang disusun Abdul Karim Garib ini bisa menjadi titik berangkat.

No comments: